BANGGAI, MPI_Konflik Agraria di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng) mengalami ekskalasi yang cukup besar. Dalam beberapa tahun terakhir, konflik agraria berkepanjangan di dominasi korporasi pertambangan dan perkebunan sawit.
Salah satunya konflik agraria yang terjadi di wilayah Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, antara petani dan PT. Sawindo Cemerlang (Scem) serta masyarakat Batui yang berhadapan dengan PT Matra Arona Banggai.
PT Scem (Kencana Agri Group) diketahui memiliki izin lokasi sejak 2009 dan sertifikat hak guna usaha (HGU) sejak 2014 dengan luasan sekitar 6.038 hektare.
Namun, sejak masuknya perusahaan di bidang perkebunan sawit ini satu persatu konflik agraria bermunculan. Mulai dari perampasan tanah milik petani hingga kriminalisasi terhadap para petani yang memiliki alas hak SHM dan SKPT.
Terhadap penanganan konflik agraria tersebut sejumlah langkah-langkah penyelesaian terus ditempuh oleh para petani untuk memperjuangkan hak-haknya.
Perjuangan yang dilakukan membuahkan sejumlah rekomendasi dikeluarkan, baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banggai dan Gubernur Sulteng.
DPRD Banggai dalam rekomendasi nomor 890/113/DPRD yang dikeluarkan di medio Februari 2021 menekankan agar PT Scem mengembalikan lahan milik petani.
Sementara, Gubernur Sulteng dalam berita acara kesepakatan tertanggal 20 Desember 2021 menegaskan agar PT Scem melakukan evaluasi SPK/SPHu dan mengembalikan serta menyelesaikan tanah masyarakat yang memiliki hak atas tanah secara legal dan tidak mau lagi bekerja sama dengan perusahaan dengan menghadirkan pemerintah daerah.
Tak hanya itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banggai pun membentuk Tim Kelompok Kerja (Pokja) untuk penyelesaian kasus agraria antara petani Batui dengan PT SCEM.
Namun ironisnya penyelesaian konflik agraria bukannya membaik, malah semakin membuat para petani yang berjuang semakin terpuruk.
Beberapa petani yang memperjuangkan hak nya merasa mendapat intimidasi dari PT Scem melalui oknum kepolisian bahkan dikriminalisasi.
Setelah Suparman, warga Desa Ondo-ondolu, kini Demas Saampap, warga Desa Honbola, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Banggai atas laporan tuduhan pencurian buah kelapa sawit yang berada di lahan milik mereka sendiri.
Padahal Demas memiliki SKT yang diterbitkan oleh pemerintah pada 2014 dan memegang salinan berita acara yang dibuat dan ditandatangani oleh PT Scem dengan para petani, yang mana salah satunya terkait lahan milik Demas.
Kriminalisasi dan dugaan pelanggaran HAM juga dirasakan oleh sejumlah masyarakat pemilik lahan bekas tambak udang yang berada di Kelurahan Sisipan, Kecamatan Batui.
Para warga ini padahal telah menang atas gugatan yang diajukan dengan putusan nomor 44/PDTG/2012/PN.Luwuk yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Luwuk, dimana salah satu amar putusannya yakni membatalkan HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94 yang dimiliki PT Banggai Sentral Shrimp.
Setelah itu, di 2019 Pemkab Banggai melalui pihak kelurahan menerbitkan 164 SKPT masyarakat dan dibuktikan dengan Pajak Bumi Bangunan dari Bapenda Banggai.
Lagi-lagi, masyarakat yang menguasai lahan tersebut di usir paksa dari lahannya oleh PT Matra Arona Banggai yang mengklaim bahwa pihaknya telah memiliki HGU atas lahan-lahan tersebut.
Tak sampai disitu, PT Matra Arona Banggai juga melaporkan sejumlah warga ke Polda Sulteng dengan laporan nomor LP/B/103/III/2022/SPKT/POLDA SULTENG tertanggal 28 Maret 2022 atas tindak pidana pemalsuan dokumen dan perampasan hak.
Atas kondisi dan situasi yang dihadapi para petani, puluhan warga yang bergabung dalam Gerakan Batui Melawan (KANTA) menggelar aksi dengan mendatangi kantor DPRD, kantor BPN dan Kantor Bupati Banggai, Senin (30/05/22).
Dalam aksi ini, massa aksi menyampaikan enam point tuntutan utama. Yakni (1) hentikan kriminalisasi terhadap petani sawit dan masyarakat Batui eks lahan tambak udang.
(2) Mendesak Pemkab Banggai (Tim Pokja) untuk segera menyelesaikan konflik agraria antara petani dan PT Scem.
(3) Perjelas dan Cabut izin HGU PT Matra Arona Banggai. (4) Bebaskan Demas Saampap dari tuduhan pencurian buah kelapa sawit dilahannya sendiri.
Dan (5) stop proses hukum yang dilakukan Polda Sulteng terhadap masyarakat eks lahan tambak udang.
Pada aksi di DPRD Banggai massa aksi di terima oleh anggota Komisi I DPRD dan digelar rapat dengar pendapat (RDP).
Saat gelar aksi di depan kantor BPN, tak ada satu pun perwakilan pihak BPN yang menemui massa aksi.
Namun, pihak BPN turut hadir pada pertemuan antara massa aksi dengan Tim Pokja Pemkab Banggai yang berlangsung di ruang rapat umum kantor Bupati Banggai, kawasan perkantoran Bukit Halimun, Kecamatan Luwuk Selatan.
Pada pertemuan ini, sejumlah point-point kesepakatan disepakati oleh para petani dan Tim Pokja serta perwakilan DPRD Banggai dan Polres Banggai yang akan dituangkan secara tertulis pada berita acara yang akan disusun kemudian.(adm/rilis)
Editor: Dewi Satri