BANGGAI, MPI_Pihak keluarga Rezi Darise, korban penembakan yang terjadi di salah satu THM kota Luwuk pada Kamis (06/01/22) dini hari, menyayangkan tindakan jemput paksa yang dilakukan Tim Buser Polres Banggai.
Hal ini disampaikan oleh Ridayanti, yamg merupakan sepupu korban sekaligus pemilik rumah dimana korban sedang dirawat untuk pemulihan pasca insiden berdarah tersebut.
Kepada awak media ini, Rida, sapaan alrabnya, menceritakan Tim Buser Polres pertama kali datang sekitar pukul 14.00 Wita.
“Tim datang baik-baik dan bertemu dengan orang tua saya. Kepada petugas orang tua saya menyampaikan kalau korban mau dibawa ke Polres Banggai sebaiknya menunggu terlebih dahulu kedatangan orang tua korban. Karena kapasitas kami hanya sebagai pihak keluarga yang dipercayakan untuk merawat korban,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan kepada pihak keluarga petugas menjawab iya dan mengatakan ada perintah dari atasan untuk segera membawa korban ke Polres Banggai.
“Kalau tidak bisa sekarang kami berikan waktu hingga pukul 16.00 Wita sembari menunggu kedatangan orang tua korban,” lanjutnya mengutip ucapan petugas.
Kepada petugas, lanjutnya, orang tua menjawab baik dan meminta petugas menunggu.
“Tunggu dulu kalau begitu, tidak ada larangan, kami tetap kooperatif. Kalau memang proses kasus ini mau dipercepat, bisa saja, tapi tetap harus sesuai prosedur dengan izin orang tua korban agar tidak membuat perselisihan diantara pihak keluarga. Kami pun menelpon orang tua korban dan memintanya untuk datang. Mereka menjawab iya, kami kasih waktu sampai pukul 16.00 Wita, nanti kami akan balik lagi. Namun, para petugas tersebut tidak balik, hanya menunggu di sekitar rumah,” lanjutnya.
Rida mengatakan sekitar setengah jam kemudian petugas kembali menemui pihak keluarga dan dipersilahkan masuk ke dalam rumah namun petugas tidak mau.
“Kami berpikir tak ada salahnya berbincang-bincang dulu, ada apa dan bagaimana, sambil menunggu kedatangan orang tua korban. Apalagi kasus ini bukan kasus teroris, tidak terlalu mendesak. Ibaratnya bukan yang membahayakan negara, bukan persoalan krusial istilahnya,” ujarnya.
Dituturkan petugas yang datang dengan berpakaian preman dan memperlihatkan satu lembar surat.
“Mereka datang menjemput paksa bukan dengan pakaian dinas, bukan kami tidak percaya, namun kami ragu dan takut memiliki pikiran yang aneh-aneh. Tidak suudzon tapi ada keraguan lami. Namun mereka tidak mau lagi menunggu kedatangan orang tua korban dan memaksa masuk ke dalam rumah untuk membawa korban. Kan jadi aneh, ini kan korban bukan pelaku, kok mau dipaksa untuk dijemput buat pemeriksaan dengan kondisi korban yang masih dalam pemulihan, artinya masih tidak sehat atau sakit. Kalaupun dari sisi mereka memiliki versinya, tapi hargai hak asasi manusia, korban dalam kondisi sakit. Mungkin sakit luka masih bisa korban tahan, tapi psikologisnya terguncang, korban masih trauma, mentalnya tertekan. Apalagi semalam sebelumnya sudah dilakukan BAP kepada korban,” tuturnya.
Rida menambahkan surat yang dibawa petugas tersebut tidak diperlihatkan atau dibacakan isinya.
Tak hanya itu, Rida menuturkan pada Minggu malam ada juga personil Polres Banggai yang datang menemui korban. Kepada kami para personil tersebut mengatakan ingin bersilahturahmi, namun mereka datang dengan membawa laptop dan print dan dilakukan BAP. Namun korban tak mau menandatangani BAP tersebut,
Pihak keluarga sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan Polres Banggai dalam penanganan kasus ini.
“Kami pihak keluarga tidak menghalangi prose pemeriksaan, namun pemeriksaan hanya bisa dilakukab jika kondisi korban sudah dalam keadaan sehat jasmani dan rohaninya. Menurut mereka pemeriksaan terhadap korban dilakukan untuk mensinkronkan keterangan korban dengan keterangan para saksi, sehingga dibutuhkan keterangan tambahan dari korban. Secara psikologis kami merasa tertekan dengan apa yang dilakukan Polres Banggai dalam penanganan kasus penyalahgunaan senpi ini,” tandasnya.(dewi/FOTO ISTIMEWA)